BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Selama seratus tahun lebih, para pakar geografi, pakar ekonomi, perencana kota, para ahli strategi bisnis, ilmuan regional, dan para ilmuan sosial lainnya telah mencoba memberikan penjelasan tentang “mengapa” dan “dimana” aktivitas ekonomi berlokasi. Ketimpangan distribusi kegiatan ekonomi secara regional dalam satu negara telah menjadi perhatian utama. Inilah yang mendorong dilakukannya banyak penelitian dalam bidang ini.
Industrialisasi telah menjadi kekuatan utama (driving force) di balik urbanisasi yang cepat di kawasan Asia sejak dasawarsa 1980-an. Berbeda dalam kasus industri berbasis sumber daya (resource-based industries), industri manufaktur cenderung berlokasi di dalam dan di sekitar kota. Pertanian dan industri berdampingan, bahkan kadang berebut lahan di seputar pusat-pusat kota yang pada gilirannya semakin mengaburkan perbedaan baku antara desa dan kota. Industri cenderung beraglomerasi di daerah-daerah dimana potensi dan kemampuan daerah tersebut memenuhi kebutuhan mereka, dan mereka mendapat manfaat akibat lokasi perusahaan yang saling berdekatan. Kota umumnya menawarkan berbagai kelebihan dalam bentuk produktifitas dan pendapatan yang lebih tinggi, menarik investasi baru, teknologi baru, pekerja terdidik dan terampil dalam jumlah yang jauh lebih tinggi dibanding pedesaan.(1)
Konsentrasi aktifitas ekonomi secara spasial menunjukkan bahwa industrialisasi merupakan suatu proses yang selektif dan hanya terjadi pada kasus tertentu bila dipandang dari segi geografis. Sebagai contoh, di Amerika Serikat, mayoritas industri manufaktur telah sekian lama terkonsentrasi pada suatu lokasi yang disebut “sabuk manufaktur”. Konsentrasi spasial industri (Industrial clustering) yang serupa juga ditemukan di kawasan industri Axial Belt di Inggris.(2)
Pembangunan sektor industri manufaktur (manufacturing industry) hampir selalu mendapat prioritas utama dalam rencana pembangunan Negara-negara Sedang Berkembang (NSB). Hal ini dikarenakan sektor industri manufaktur dianggap sebagai sektor pemimpin (the leading sector) yang mendorong perkembangan sektor lainnya, seperti sektor jasa dan pertanian. Pengalaman pertumbuhan ekonomi jangka panjang di negara industri dan negara sedang berkembang menunjukkan bahwa sektor industri secara umum tumbuh lebih cepat dibandingkan sektor pertanian. Berdasarkan kenyataan ini tidak mengherankan jika peranan sektor industri manufaktur semakin penting dalam berkembangnya perekonomian suatu negara termasuk juga Indonesia. Perkembangan industri manufaktur yang pesat di Indonesia ternyata bias ke pulau Jawa dan Sumatra selama dua dekade terakhir. Ini jelas terlihat mencolok untuk industri besar dan menengah (IBS), yang sering diasosiasikan dengan industri manufaktur yang modern. Pada tahun 1999, pulau Jawa menyumbang 81.07% terhadap total penyerapan tenaga kerja dan 81.08% terhadap total nilai tambah IBS Indonesia. Pulau Sumatra, pada saat yang sama, hanya mampu menyerap tenaga kerja maupun menghasilkan nilai tambah sedikit diatas 10%. Kalimantan dan pulau-pulau lain di Katimin (Kawasan Timur Indonesia) kurang berperan penting dalam industri manufaktur Indonesia sebagaimana terlihat dari kecilnya pangsa kawasan ini dilihat dari jumlah tenaga kerja dan nilai tambah. Bila pangsa Jawa dan Sumatra ditambahkan maka peranan dua pulau di Kabarin (Kawasan Barat Indonesia) ini mencapai lebih dari 90% dari seluruh aktifitas industri. Dengan kata lain, ini mencerminkan begitu besarnya orientasi IBS yang bias ke Kabarin di banding ke Katimin.(3)
Konsensus umum dalam paradigma geografi ekonomi baru adalah bahwa liberalisasi perdagangan mendorong penyebaran kegiatan menufaktur. Krugman, misalnya, menyatakan bahwa perdagangan dan penghematan aglomerasi menghasilkan lebih banyak spesialisasi regional yang secara sistematis menarik industri dari daerah-daerah pinggiran. Memang kebanyakan studi empiris tentang distribusi geografis kegiatan manufaktur yang tidak merata dan terus menerus berlangsung dalam jangka panjang telah banyak dilakukan di negara-negara maju, khususnya Amerika Serikat (AS) dan negara-negara Uni Eropa.(4)
Studi yang dilakukan oleh Krugman pada 106 industri di berbagai daerah AS, dengan menggunakan indikator gini lokasional (locational gini), menunjukkan bahwa perekonomian AS menjadi kurang begitu terspesialisasi secara regional selama periode 1947-1985 dan industri tradisional yang berteknologi rendah cenderung merupakan industri yang paling kuat lokalisasinya. Studi lain yang mengamati tren struktur manufaktur regional di AS selama periode 1930-1987 menunjukkan bahwa industri manufaktur secara umum menjadi berkurang konsentrasi spasialnya. Studi ini juga menunjukkan bahwa tingkat konsentrasi spasial semakin lebih rendah dibandingkan selama pertengahan abad kesembilan belas. Dalam kaitannya dengan UKM, pertumbuhan UKM mulai menjadi topik yang cukup hangat sejak munculnya tesis flexible specialization pada tahun 1980-an, yang didasari oleh pengalaman dari sentra-sentra Industri Skala Kecil (ISK) dan Industri Skala Menengah (ISM) di beberapa negara di Eropa Barat, khususnya Italia. Sebagai contoh kasus, bahwa pada tahun 1970-80an, pada saat Industri Skala Besar di Inggris, Jerman dan Italia mengalami stagnasi atau kelesuan, ternyata Industri Skala Kecil (terkonsentrasi di lokasi tertentu membentuk sentra-sentra) yang membuat produk-produk tradisional mengalami pertumbuhan yang pesat dan bahkan mengembangkan pasar ekspor untuk barang-barang tersebut dan menyerap banyak tenaga kerja. Menurut Tambunan, pengalaman ini menunjukkan bahwa industri kecil di sentra-sentra dapat berkembang lebih pesat, lebih fleksibel dalam menghadapi perubahan pasar, dan dapat meningkatkan produksinya daripada industri kecil secara individu di luar sentra.(5)
Smith dan Florida dalam Didi Nuryadin, menguji peran khusus dari tipe aglomerasi, hubungan kedepan dan kebelakang (backward-forward linkage) perusahaan manufaktur di dalam perusahaan proses penentuan lokasi industri. Dengan menggunakan analisis ekonometrik dari Japanese-affiliated manufacturing establishment in autommotive-related industries. Dimulai dari konsep model proses penentuan lokasi Japanese manufacturing autommotive-related industries manufacturing establishment dengan menekankan pada peran aglomerasi di dalam lokasi industri. Mengikuti Krugman (1991), Arthur (1990), dan yang lain David dan Rosebloom (1990), Walker (1989), mereka menganjurkan bahwa aglomerasi mempunyai pengaruh yang kuat atas lokasi industri. Hipotesis lanjutan bahwa aglomerasi merupakan faktor yang signifikan di dalam lokasi industri Japanese-affiliated establishment. Sebagai pilihan tambahan didalam area yang relatif tertutup dengan japanese automotive assembly establishment, Japanese automotive-related manufacturing memilih lokasi dengan populasi yang besar, kepadatan industri manufaktur yang tinggi dan upah yang tinggi. Temuan ini mendukung kepercayaan, tetapi berlawanan dengan muatan catatan kebijaksanaan yang lazim dalam literatur lokasi industri. Signifikan yang besar ditemukan pada peran upah, serikat pekerja dan konsentrasi minoritas di dalam pilihan lokasi japanese-affiliated manufacturing establishment cenderung untuk berlokasi ditempat di mana upah tinggi. Pilihan lokasi ini sangat kontras dengan hipotesis upah rendah yang ada di dalam literatur. Mereka percaya bahwa orientasi upah yang tinggi dari Japanese manufacturing establishment mencerminkan trade-off di dalam modal manusia yang besar dan stabilitas kekuatan pekerja yang lebih baik.(6)
Penduduk merupakan unsur yang penting dalam usaha untuk meningkatkan produksi dan mengembangkan kegiatan ekonomi. Lincolin Arsyad (1997) menjelakan bahwa pertumbuhan penduduk dan hal-hal yang berhubungan dengan kenaikan jumlah angkatan kerja (labour force) secara tradisional telah dianggap sebagai faktor positif dalam merangsang pertumbuhan ekonomi. Artinya semkin angkatan kerja berarti semakin produktif angkatan kerja, sedangkan semakin banyak penduduk akan meningkatkan potensi pasar domestik. Dalam penelitian ini akan dilihat sejauh mana tenaga kerja, khususnya yang bergerak dibidang industri kecil dan menengah (IKM) tenun di desa Troso Pecangaan Jepara, Jawa Tengah terhadap aglomerasi IKM tenun di kabupaten tersebut.
Dari latar belakang itulah diperlukan penelitian untuk menganalisis faktor apa saja yang berpengaruh terhadap aglomerasi IKM tenun di desa Troso Pecangaan Jepara yang meliputi tingkat upah, tenaga kerja dan orientasi pasar. Pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap aglomerasi usaha tenun di kabupaten Jepara diharapkan menjadi bahan pengambilan keputusan bagi pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten/kota lainnya di Provinsi Jawa Tengah untuk mengembangkan IKM tenun di daerahnya.
Atas dasar permasalahan tersebut, maka peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI AGLOMERASI INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH TENUN DI DESA TROSO PECANGAAN JEPARA ”.
B. Penegasan Istilah
Untuk menghindari kesalah pahaman dalam menginterpretasikan beberapa istilah yang digunakan dalam judul skripsi ini, maka penulis merasa perlu untuk menjelaskannya sebagai berikut:
1. Aglomerasi
Aglomerasi adalah pengumpulan atau pemusatan di lokasi atau kawasan tertentu.(7)
2. IKM (industri kecil dan menengah) tenun
IKM tenun adalah kegiatan memproses atau mengolah hasil kerajinan yang berupa bahan (kain) yang dibuat dari benang (kapas, sutra dan sebagainya) dengan cara memasuk-masukkan pakan secara melintang pada lungsin dengan menggunakan sarana dan peralatan.(8)
3. Tingkat Upah (UMR)
Upah Minimum Regional (UMR) adalah upah pokok minimum bulanan, termasuk tunjangan tetap dan teratur. UMR ditetapkan berdasarkan wilayah-wilayah tertentu dalam suatu provinsi. Pertimbangan yang digunakan dalam penetapan UMR sebagai berikut:(9)
a. Kebutuhan hidup minimum
b. Indeks harga konsumen
c. Perluasan kesempatan kerja
d. Upah pada umumnya yang berlaku secara regional, dan
e. Tingkat perkembangan perekonomian
4. Tenaga Kerja
Tenaga kerja adalah para pekerja yang dipekerjakan, yang melaksanakan aktifitas-aktifitas kearah produksi.(10)
5. Orientasi Pasar
Orientasi pasar adalah produk dibuat berdasarkan ide yang datang dari keinginan dan kebutuhan konsumen kemudian dijual ke pasar.(11)
C. Rumusan Masalah
Dari uraian tersebut di atas permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah tingkat upah berpengaruh terhadap aglomerasi IKM tenun di Desa Troso Pecangaan Jepara?
2. Apakah tenaga kerja berpengaruh terhadap aglomerasi IKM tenun di Desa Troso Pecangaan Jepara?
3. Apakah orientasi pasar berpengaruh terhadap aglomerasi IKM tenun di Desa Troso Pecangaan Jepara?
4. Apakah tingkat upah, tenaga kerja dan orientasi pasar berpengaruh terhadap aglomerasi IKM tenun di Desa Troso Pecangaan Jepara?
D. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah;
1. Untuk menguji secara empiris pengaruh tingkat upah terhadap aglomerasi IKM tenun di Desa Troso Pecangaan Jepara.
2. Untuk menguji secara empiris pengaruh tenaga kerja terhadap aglomerasi IKM tenun di Desa Troso Pecangaan Jepara.
3. Untuk menguji secara empiris pengaruh orientasi pasar terhadap aglomerasi IKM tenun di Desa Troso Pecangaan Jepara.
4. Untuk menguji secara empiris pengaruh tingkat upah, tenaga kerja dan orientasi pasar terhadap aglomerasi IKM tenun di Desa Troso Pecangaan Jepara.
E. Manfaat Penelitian
Dari penelitian yang dihasilkan diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
a. Mengembangkan khasanah ilmu pengetahuan ekonomi, khususnya ekonomi Islam mengenai kewirausahaan dalam pengembangan aglomerasi industri kecil dan menengah.
b. Sebagai bahan dasar untuk penelitian lebih lanjut mengenai aglomerasi, sehingga dapat diperoleh analisa dan kesimpulan yang lebih sempurna.
2. Manfaat Praktis
a. Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan oleh pengusaha tenun dalam mengambil kebijakan yang berkaitan dengan aglomerasi IKM tenun.
b. Memberikan kontribusi kepada Pemerintah Daerah Jepara sebagai bahan pertimbangan untuk mengambil kebijakan dalam kaitannya dengan pengembangan aglomerasi IKM tenun.
c. Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi masyarakat umum agar mereka memikili informasi tambahan mengenai aglomerasi khususnya yang berhubungan dengan industri kecil dan menengah tenun.
F. Batasan Penelitian
Penelitian ini difokuskan;
1. Obyek penelitian adalah pengusaha tenun Troso Pecangaan Jepara.
2. Yang diteliti adalah pengaruh tingkat upah, tenaga kerja dan orientasi pasar terhadap aglomerasi.
G. Sistematika Penulisan Skripsi
Dalam sistematika penulisan ini akan menjelaskan kerangka penulisan yang merupakan konsep dasar dalam pembahasan selanjutnya. Adapun sistematika penulisanya sebagai berikut :
Bab I : Pada bab pendahuluan ini akan dikemukakan hal-hal mengenai latar belakang masalah, penegasan istilah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, batasan penelitian dan sistematika penulisan skripsi.
Bab II : Landasan Teori
Hal yang dikemukakan dalam landasan teori adalah tinjauan pustaka, penelitian terdahulu, kerangka pemikiran dan hipotesis.
Bab III : Metode Penelitian
Dalam bab ini berisikan jenis penelitian, pendekatan penelitian, jenis dan sumber data, populasi dan sampel, teknik pengambilan data, definisi operasional, teknik analisis data.
Bab IV : Hasil dan pembahasan
Dalam bab ini akan menguraikan hasil penelitian yang telah peneliti lakukan, yaitu tentang gambaran umum perusahaan serta pengujian analisis data
Bab V : Penutup
Berisikan mengenai kesimpulan dari analisis data serta mengajukan beberapa saran-saran berkaitan dengan kesimpulan tersebut.
REFERENSI :
1. Didi Nuryadin et. al., “Aglomerasi Dan Pertumbuhan Ekonomi: Peran Karakteristik Regional di Indonesia”, Jurnal Urban & Regional, FE UPN Veteran YK, Depok, Desember 2007. hlm. 2.
2. Erlangga Agustino Landiyanto, “Konsentrasi Spasial Injdustri Manufaktur: Tinjauan Empiris Di Kota Surabaya”, Jurnal Ekonomi Pembangunan, FE Universitas Erlangga, Surabaya, 2002, hlm. 2-3.
3. Zaenal Arifin dan Nazaruddin Malik, “Konsentrasi Spasial Pertumbuhan Industri Manufaktur Di Kawasan Timur Indonesia”, Jurnal Ekonomi Pembangunan, 2003, hlm. 1.
4. Mudrajad Kuncoro, “Adakah Perubahan Konsentrasi Spasial Industry Manufaktur Di Indonesia, 1976-2001?”, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol 1, No. 4, FE UGM, Yogyakarta, 2001, hlm 2.
5. Mudrajad Kuncoro dan Irwan Adimaschandra Supomo, “Analisis Formasi Keterkaitan Pola Kluster dan Orientasi Pasar : Studi Kasus Sentra Industri Keramik di Kasongan, Kabupaten Bantul, D.I. Yogyakarta”, Jurnal Empirika, Vol 16, No. 1, juni, 2003, hlm. 2.
6. Didi Nuryadin, Op. Cit, hlm. 6
7. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1990. hlm. 11
8. Ibid., hlm. 1041.
9. Eti Rochaety, Ratih Tresnati, Kamus Istilah Ekonomi, Bumi Aksara, Jakarta, 2005, hlm. 353.
10. Winardi, Ilmu Ekonomi : Aspek-aspek Sejarahnya, P.T. Aditya Bhakti, Bandung, 1990, hlm. 268.
11. Basri, Bisnis Pengantar, Edisi Pertama, BPFE, Yogyakarta, 2004, hlm. 8.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar